Menghadapi Inflasi – Entah sadar atau tidak, harga bahan pokok dan kebutuhan hidup mengalami peningkatan. Saat membeli bensin, bahan makanan, mobil, rumah, hingga hal-hal remeh temeh, harganya sudah berbeda dibanding sebelumnya.
Harga barang-barang itu menjadi lebih mahal dari waktu sebelumnya. Hal ini menunjukkan fenomena inflasi yang sudah, sedang, dan akan terus menerjang.
Tingkat inflasi tentu berbeda-beda antara satu negara dan negara lainnya. Namun, situasi ekonomi global yang sedang tak menentu, membuat tak ada satu pun negara di dunia yang luput dari terjangan inflasi. Tidak terkecuali Indonesia.
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai kecenderungan naiknya harga barang dan jasa yang berlangsung secara terus menerus. Bila harga barang dan jasa dalam negeri meningkat, maka inflasi pun mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa menyebabkan nilai uang menurun.
Lindsey Bell, kepala pasar dan ahli strategi uang untuk Ally Financial ketika diwawancarai majalah Time mengatakan, inflasi global disebabkan oleh berbagai hal.
“Di sisi pasokan, jelas COVID adalah pendorong utama, di mana ada hambatan yang signifikan dalam rantai pasokan, dan perlambatan produksi dan pengiriman,” tandasnya.
Di sisi berbeda, krisis Rusia-Ukraina yang masih mengemuka menjadi faktor yang tak bisa dielak. Situasi politik dan keamanan di kedua negara yang tengah berseteru itu ikut menambah masalah pasokan.
“Ada juga peningkatan permintaan pada periode pasca-pandemi ini, sebagian didorong oleh stimulus yang memberikan uang ke tangan konsumen, serta ke pasar.”
Daftar Isi
Siasat untuk Menghadapi Inflasi
Untuk mengetahui seberapa parah inflasi yang sedang terjadi, kita menggunakan parameter dampaknya pada aspek ekonomi. Dari sisi ini, inflasi dibagi ke dalam empat kategori.
• Pertama, menghadapi inflasi ringan atau rendah. Jenis ini mudah dikenadilan dan tidak memberikan pengaruh signifikan pada perekonomian suatu negara. Harga barang atau jasa mengalami kenaikan, namun masih dalam batas wajar. Biasanya, di bawah 10 persen per tahun.
• Kedua, inflasi sedang. Jenis ini pun belum memberikan ancaman serius pada roda ekonomi suatu negara. Kelompok masyarakat berpengasilan tetap cukup terdampak dengan menurunnya tingkat kesejahteraan mereka.
Tingkat kenaikan harga barang dan jasa berada di kisaran 10 persen hingga 30 persen per tahun.
• Ketiga, inflasi berat. Jenis ini sudah sampai menimbulkan masalah ekonomi suatu negara. Kenaikan harga barang dan jasa sudah menginjak 30 persen hingga 100 persen per tahun.
• Keempat, inflasi sangat berat atau kerap disebut hiperinflasi. Bila suatu negara sudah masuk dalam kategori ini maka kondisi ekonominya sungguh terdampak. Berbagai kebijakan baik moneter maupun fiscal yang diambil tidak akan cukup mengendalikan keadaan. Tingkat kenaikan harga barang dan jasa sudah lebih dari 100 persen per tahun.
Dalam situasi seperti itu apa yang sebaiknya dilakukan? Apakah masyarakat hanya perlu menanti upaya pemerintah untuk mengatasi keadaan dan menghadapi inflasi?
Tentu tidak. Setiap individu harus mengambil sikap. Menabung, penganggaran, investasi, hingga pengaturan belanja secara ketat.
Demikian saran secara umum. Berikut beberapa tip yang bisa dicoba untuk menghadapi inflasi atau situasi sulit seperti itu.
Membuat Anggaran
Penggaran merupakan cara terbaik untuk mengendalikan biaya. Banyak orang di berbagai negara melakukan strategi tersebut ketika menghadapi inflasi.
Saat ini adalah saat yang tepat untuk mulai menyusun anggaran dan memetakan pengeluaran secara cermat.
Mengutip Lindsey Bell, hal tersebut bertujuan untuk melacak bagaimana aktivitas belanja, peruntukan dari setiap anggaran, “mengingat ada harga yang signifikan perubahan dalam kategori yang berbeda.”
Dalam tahap tersebut, bila perlu melakukan pemotongan untuk aspek pengeluaran yang mungkin dilakukan. Lebih cermat melakukan pengeluaran dan mencari tahu perbandingan harga setiap barang kebutuhan.
Bila perlu mengaudit setiap pengeluaran, membatalkan biaya langganan, dan mencari tahu dari berbagai sumber perbandingan harga untuk setiap barang.
Hal lain adalah untuk barang yang sama yang bisa ditemukan di berbagai toko kelontong, bisa beralih dari barang bermerek ternama, ke merek label pribadi.
Lunasi Hutang
Banyak orang berpikir dalam situasi seperti ini dan untuk menghadapi inflasi, melunasi hutang adalah prioritas terakhir.
Padahal, melunasi hutang variabel, seperti kartu kredit, jalur kredit, pinjaman pribadi, dan pinjaman dengan suku bunga tertentu, harus berada di urutan kedua setelah biaya hidup.
“Meskipun ada banyak hal yang dapat Anda lakukan untuk berinvestasi, jika Anda mendapat bunga sekitar 16% atau 18% pada kartu kredit, Anda tidak akan mengalahkannya dengan investasi apa pun,” tandas penasihat keuangan Jay Zigmont.
Pertahankan Dana Darurat
Karena harga melambung, mungkin kita tergoda untuk mencari investasi untuk mengimbangi inflasi.
Namun, sebelum mempertimbangkan instrumen investasi, para ahli justru merekomendasikan untuk menyisihkan cukup uant tunai untuk mengatasi tantangan keuangan yang mendesak.
“Jika Anda memiliki hutang, lunasi terlebih dahulu, tetapi yang kedua adalah memasukkannya ke dalam dana darurat,” tegas Zigmont.
Memang dana darurat yang ada di rekening akan tergerus karena inflasi. Namun, ia memiliki peran penting etika terjadi keadaan darurat serta siasat untuk menghadapi inflasi.
Cari Peluang di Pasar Obligasi
Ini dianjurkan untuk kelompok masyarakat yang tidak memiliki beban hutang dan memiliki cukup dana untuk hidup tiga hingga enam bulan ke depan.
Dalam kondisi seperti itu, perlu mencari peluang investasi yang aman dan terjamin untuk mengimbangi dan menghadapi inflasi.
Ada banyak produk investasi yang disarankan. Mulai yang memiliki suku bunga yang disesuikan setiap sekian bulan dan disesuikan dengan tingkat inflasi.
Hingga mencoba jenis investasi seperti pasar obligasi. Bila tidak membutuhkan uang dalam waktu dua tahun, maka pilihan berinvestasi di sana lebih menguntungkan.
Obligasi bisa dibeli memalui bank, broker, atau berbagai situs dan aplikasi investasi terpercaya.
Investasi di Bidang Properti
Harga rumah terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan, ada kecenderungan mengalami peningkatan luar biasa. Ini bisa dimanfaatkan untuk siasat menghadapi inflasi.
Hal ini tentu menjadi berita gembira bagi para pemilik rumah namun terdengar tidak mengenakkan bagi mereka yang ingin memiliki rumah.
Dalam situasi seperti ini ada kemungkinan orang masih bertahan dengan menyewa rumah alih-alih memilikinya. Berbagai biaya perlengkapan rumah, bangunan, tenaga kerja, dan biaya-biaya lain pun mengalami peningkatan.
Bagi pemilik rumah, tidak menutup kemungkinan untuk memperluas investasi properti berupa kepemilikan rumah berikutnya.
Sementara yang tengah memiliki rumah, disarankan untuk tetap menjaga kondisi rumah agar tetap terawatt karena harga rumah terus mengalami peningkatan dan suatu saat kala ingin dilepas bisa mendapat harga yang sungguh menguntungkan.
Kesimpulan
Akhirnya sebagai kesimpulan untuk siasat menghadapi inflasi, dalam situasi ekonomi yang tidak menentu seperti saat ini maka gaya hidup dan investasi pun mengalami penyesuaian.
Sekarang waktu yang tepat untuk menarik diri dari berbagai aktivitas investasi yang lebih berisiko dan kembali ke praktik-praktik investasi yang lebih rendang tingkat risikonya.
Hal lain yang tak kalah penting adalah melakukan penganggaran secara cermat, melunasi setiap hutang, menyiapkan dana darurat, dan berinvestasi pada pilihan yang lebih aman.
Selamat mencoba.